Minggu, 07 Desember 2014

Penataan Pola Hubungan Baznas dan Kementerian Agama

Sumber : www.republika.go.id
Hari Sabtu tanggal 29 November 2014 surat kabar Republika menurunkan tulisan opini “Transisi Kepemimpinan Baznas” oleh Irfan Syauqi Beik, pengamat zakat IPB. Dari beberapa pokok pikiran yang disampaikan oleh penulisnya, satu hal yang ingin saya ulas dalam kolom ini, yaitu sekitar penataan hubungan Kementerian Agama dengan BAZNAS.
Irfan Syauqi Beik menulis; “Pada masa inilah penataan pola hubungan baru dengan pemerintah dimulai, terutama Kemenag. Pola ini antara lain terkait penganggaran dan pembagian tugas antara Baznas dan Kemenag supaya tidak tumpangtindih.” Menurut Irfan, “Dari sisi anggaran saatnya Baznas mendapat anggaran mandiri, terpisah dari bantuan Kemenag.”
Sedangkan, “Dari sisi tugas, sudah saatnya mandat pengelolaan zakat nasional kepada Baznas diikuti perubahan paradigma pemerintah, khususnya Kemenag.Implikasinya, Direktorat Pemberdayaan Zakat hendaknya bermetamorfosis menjadi Direktorat Pengaturan dan Pengawasan Zakat.”
Pembaca ada baiknya mengetahui bahwa direktorat yang menangani zakat di Kementerian Agama pertama kali dibentuk dengan nama Direktorat Pengembangan Zakat dan Wakaf berdasarkan Keputusan Menteri Agama RI No 1 Tahun 2001, di masa Menteri Agama KH Muhammad Tholhah Hasan. Pada tahun 2006 Direktorat Pengembangan Zakat dan Wakaf direstrukturisasi menjadi dua direktorat, yaitu Direktorat Pemberdayaan Zakat dan Direktorat Pemberdayaan Wakaf, berdasarkan Peraturan Menteri Agama RI No 3 Tahun 2006 tertanggal 24 Januari 2006, di masa Menteri Agama Muhammad Maftuh Basyuni. “Pemisahan ini dimaksudkan agar penanganan dan pembinaan zakat dapat lebih tertangani dengan baik.” ucap Menteri Agama saat pelantikan Direktur Pemberdayaan Zakat Drs. H. Tulus (sebelumnya Direktur Pengembangan Zakat dan Wakaf) tanggal 6 Oktober 2006.
Dalam pelaksanaan tugas sehari-hari Direktorat Pemberdayaan Zakat membangun kemitraan dengan Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS), sedangkan Direktorat Pemberdayaan Wakaf memiliki mitra kerja yaitu Badan Wakaf Indonesia (BWI). Sejak awal dibentuk direktorat yang menangani zakat dan wakaf mengemban misi, yakni:
(1) Menjadi fasilitator, koordinator, motivator dan regulator bagi pelaksanaan pengelolaan zakat dan wakaf yang profesional dan amanah.
(2) Meningkatkan fungsi dan peran lembaga pengelola zakat dan wakaf sehingga menjadi lembaga profesional,transparan dan amanah.
(3) Meningkatkan daya guna zakat dan wakaf.
Sesuai dengan Undang-Undang No 23 Tahun 2011 dan Peraturan Pemerintah No 14 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Pengelolaan Zakat, mandat konstitusional perzakatan yang harus dilakukan oleh pemerintah adalah melaksanakan “pembinaan dan pengawasan” terhadap BAZNAS, BAZNAS provinsi, BAZNAS kabupaten/kota serta LAZ.
Sejalan dengan itu, nomenklatur baru Direktorat Pengaturan dan Pengawasan Zakat dari sudut pandang BAZNAS merupakan salah satu agenda penting penataan perzakatan ke depan. Jika fungsi pengaturan dan pengawasan oleh pemerintah tidak maksimal, akan berimplikasi terhadap kinerja sistem pengelolaan zakat nasional secara keseluruhan.
Kami di jajaran badan pelaksana BAZNAS, dimana Irfan Syauqi Beik waktu itu selaku “staf khusus” yang membantu BAZNAS, memiliki perspektif yang sama dalam melihat pentingnya penguatan fungsi pengaturan dan pengawasan zakat oleh institusi Kementerian Agama. Tugas dan fungsi direktorat yang menangani zakat pada Kementerian Agama selaku regulator jangan duplikasi dengan BAZNAS, atau sebaliknya. Penataan tugas dan fungsi direktorat menyangkut aspek pengembangan regulasi perzakatan, pengawasan, audit kepatuhan terhadap perundang-undangan, dan audit syariah, diharapkan menjadi agenda perubahan dalam periode lima tahun ini. Periode lima tahun bukan waktu yang lama dan bisa berlalu tanpa capaian yang diharapkan sekiranya tidak dibuat road map yang jelas.
Dalam perundang-undangan sudah diatur sedemikian jelas bahwa Kementerian Agama melaksanakan fungsi regulator dan pengawasan, sedangkan BAZNAS melaksanakan fungsi eksekutor dan koordinator. Kementerian Agama melalui direktorat yang menangani zakat ke depan dituntut lebih fokus melaksanakan fungsi pengaturan dan pengawasan pengelolaan zakat. Peran dan positioning Kementerian Agama dalam undang-undang sudah sedemikian jelas dan “powerfull” dalam pengaturan dan pengawasan pengelolaan zakat. Kementerian Agama merupakan pemegang otoritas mengawasi dan menjatuhkan sanksi terhadap pengelola zakat yang melakukan pelanggaran kepatuhan pada regulasi dan ketentuan syariah tentang pengelolaan zakat.
Perubahan dalam organisasi birokrasi menjadi keniscayaan agar pelaksanaan tugas dan fungsi pemerintahan berjalan efektif dan relevan dengan kebutuhan masyarakat yang semakin dinamis. Jika tidak dilakukan adaptasi kreatif dan inovasi sejalan dengan “revolusi mental” yang menjadi spirit pemerintahan dewasa ini, dikhawatirkan peran dalam mengawal sistem pengelolaan zakat nasional akan kehilangan momentum yang strategis.
Hemat saya, penataan pola hubungan yang diperlukan BAZNAS tidak hanya yang bersifat eksternal dengan Kementerian Agama, tapi di sisi lain juga pola hubungan dalam internal organisasi, yaitu antara pimpinan BAZNAS sebanyak 11 orang dengan sekretariat pelaksana harus direstart pasca transisi kepemimpinan BAZNAS. Mengutip ungkapan Ketua Umum BAZNAS Prof. Dr. KH Didin Hafidhuddin; setelah undang-undang pengelolan zakat berubah, maka paradigma berpikir kita dalam melaksanakan undang-undang juga harus berubah. Pola berpikir menurut Undang-Undang No 38 Tahun 1999 tidak mungkin dipakai dalam melaksanakan Undang-Undang No 23 tahun 2011.
Wallahu a’lam bisshawab
Oleh M. Fuad Nasar
Wakil Sekretaris BAZNAS

Tidak ada komentar:

Posting Komentar